Perdagangan Manusia

Perdagangan Manusia

Illegal Migrant

Illegal Migrant

Terrorism

Terrorism

People smuggling

People Smuggling

Drugs Trafficking

Drugs Trafficking

Selasa, 09 Februari 2016

Drugs Trafficking




            Perdagangan narkotika merupakan perdagangan ilegal secara global yang dimana diawali dengan produksi, distribusi serta penjualan zat yang kegiatan ini melanggar dari peraturan hukum yang ada. Perdagngan narkotika dapat dikatakan suatu kejahatan transnational apabila kegiatannya melibatkan banyak negara dan terdapat pelaku yang menjalankan perdagangan tersebut. Narkotika sendiri adalah suatu obat-obattan yang dalam pemakaiannya harus dalam pengawasan dokter atau menggunakan resep-resep yang doiberikan oleh tim medis untuk pengobattan. Dalam keluarga narkotika, terdapat beberapa obat-obattan yang mudah didapatkan/dijual, yaitu : Marijuanna (Ganja), Cocain, dan Heroin. 
            Narkotika dalam penyebarannya secara global dimulai dari banyaknya permintaan untuk menggunakan narkotika itu sendiri, serta terdapat “pengusaha” yang mengambil kesempatan untuk memenuhi permintaan pasar itu sendiri. secara umum proses perdagangan memiliki tiga lokasi, yaitu pertama adalah negara produksi, kedua yaitu negara transit dan yang terakhir ketiga adalah negara konsumsi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan obat dari negara produksi kepada negara konsumen tanpa diketahui oleh pihak keamanan, narkotika itu sendiri sangat identik dengan tindak kekerasan yang dimana dapat mengakibatkan kriminalitas yang kerap terjadi dalam pasar ilegal narkotika.
             Selain dari efek dari perdagangan narkotika secara internasional memberikan dampak yang serius bagi permasalahan dalam negeri, ternyata kejahatan organisasi transnasional memberikan dampak juga bagi agenda baru dalam bidang keamanan sesudah perang dingin yaitu :
 “ Firstly, profits generated by the international drugs trade, Secondly, and this is particularly poignant in the case study to be examined below, the money generated by crime is often a cause of violence, Thirdly, transnational organized crime groups often have links, direct or indirect, to illegitimate non-state violence, ie insurgencies, terrorists and the like. (Walker, 2002:5) “
            Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan, bahwa perdagangan narkotika sebenarnya dapat memberikan keuntungan, sama dengan halnya perdagangan internasional lainnya. tetapi dikarenakan bisnis narkotika merupakan bisnis yang ilegal dan merupakan bentuk kejahatan transnasional maka hal ini dapat menimbulkan suatu kejahatan lainnya seperti pencucian uang serta korupsi. Selain itu dalam perdagangan narkotika sering kali, keuntungan didapat berdampak kepada suatu kekerasan serta kerusakan sosial. Kejahatan terorganizir dalam bisnis perdagangan narkotika ini, memiliki hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kelompok kejahatan lainnya, seperti teroris, pemberontakan, dan lain sebagainya. 
            Dalam fenomena gobalisasi ini, narkotika dan kejahatan lainnya masuka kedalam angka tertinggi dalam perkembangan suatu negara.
“ Narcotics sale and business in 1980’s and the high number of illegal migrants, smuggling to developed countries from third-world countries have encouraged the rise of security studies and concepts in dealing with transnational crimes (Sinaga, 2014:130) ” 
Dalam usaha memerangi narkotika terdapat beberapa cara, yaitu dengan mngurangi produksi obat serta mengurangi permintaan narkotika. Banyak beberapa negara seperti Amerika Serikat, China serta PBB melakukan kerjasama dalam menanggulangi peredaran narkotika dengan cara menandatangi perjanjian untuk mengurangi pasokan narkotika di beberapa negara dalam konfrensi Denhag. 
            
            Untuk mengurangi permintaan narkotika, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan pendekatan terhadap korban dengan mengobati orban tersebut dengan cara rehabbilitasi, oleh karena hal tersebut mereka percaya bahwa pasokan narkotika akan berkurang jika permintaan terhadapa obat-obattan. 
            
Daftar Pustaka :



  1. Sinaga, Obsatar. 2014. Securitization and Global Terrorism Threat. The Social Sciences Medwell Journals. Vol 9 no 2. Bandung: University Padjadjaran. Hal 130.
  2. Walker, Julius. 2002. The role of the state in the international illicit drugs trade: the case of Colombia and external intervention. London School Economic. London Pp 5.
Share:

Kamis, 04 Februari 2016

Fenomena Perdagangan Organ


Perdagangan organ merupakan salah satu kejahatan transnasional yang terorganisir, yang di mana melibatkan beberapa pihak. Diantaranya adalah pendonor, penerima, pihak medis dan pelaku penjualan organ (broker). Bentuk dari perdagangan organ tersebut bias terjadi di dalam satu wilayah yang sama antara pendonor dan penerima, namun bias juga melibatkan kerja sama antar negara dalam menjalankan aksi perdangangan organ tersebut.
Saat ini perdagangan organ semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia. Pengaruh dari era globalisasi cukup berperan dalam kasus penjualan organ tersebut, yang di mana semakin banyak bermunculan situs situs online yang menjalankan bisnis perdagangan organ. Bisnis tersebut pun di lakukan baik untuk kebutuhan pasar dalam maupun luar negri. Beberapa negara mengartikan penjualan organ adalah mereka yang melakukan transplantasi organ baik pendonor dan penerima tidak saling mengenal satu sama lain dan hal tersebut bias di jatuhkan sebagai suatu kasus pidana.
Dalam hal ini terdapat pola tersendiri dalam proses perjalananan antara pendonor hidup dan penerima, perjalanan tersebut bisa di lakukan pada pasar domestik maupun internasional sebagai berikut :

"Shimazono (2007) introduces four modes of transplant tourism during which organ trafficking may occur. These involve situations in which the donor travels to the recipient’s country, the recipient travels to the donor’s country, a donor and recipient from the same country travel to a third country where the transplant centre is located, and a situation where a donor and recipient travel from different countries to a third country for the transplant procedure. The transnational nature of this crime raises questions about the possibility of its control through international law or instruments”.


Keempat pola perjalanan tersebut biasa di katakana bahwa antara pendonor, penerima dan broker penjualan organ memiliki kerjasama dan bantuan dari beberapa pihak yang berwenang dalam proses perjalanan tersebut. Baik pihak perbatasan antar negara maupun pihak medis yang menyelengarakan procedural tersebut.

“Organ trafficking is on the rise as the demand for organ transplants       exceeds the rate of supply. While the commoditization of human organs          sounds devastating on paper, in some areas of the world it is a lucrative facet of economic development” (Gibbon,2011)

Tak banyak kasus perdagangan organ yang ada saat di hubungkan dengan malah perekonomian dan politik suatu negara yang di mana, rata-rata pendonor yang ada saat ini banyak di temukan di daerah dengan perekonomian yang buruk. Kemiskinan pada suatu kelompok wilayah di suatu negara sering kali menjadi incaran oleh para broker perdagangan organ tersebut, mereka menjanjikan sejumlah uang yang cukup bernilai tinggi kepada kelompok masyarakat tersebut agar bersedia menjadi pendonor organ. Dari fenomena kemiskinan yang ada akan memberikan dampak pada politik suatu negara tersebut yang di mana sering kali kasus perdagangan organ juga berdampak dari tingginya tingkat korupsi suatu negara yang memiliki angka korupsi yang cukup tinggi.
Perdagangan organ juga di hubungkan dengan beberapa pihak yang memang memberikan kesempatan dalam terjadinya hal tersebut, dalam kata lain perdagangan organ terjadi karna diminta yang dimana pelaku akan berkesempatan untuk menyediakan kebutuhan yang di inginkan tersebut. Fenomena ini lebih erat hubungannya dengan beberapa profesional medis yang tidak mengikuti prosedur transplantasi organ yang sesuai dengan etika yang ada.
Perdagangan organ yang ada saat ini bisa di dapatkan dari donor yang berasal dari pendonor yang sudah mati maupun pendonor yang masih hidup. Adapun proses perjalanan yang di lakukan oleh pendonor hidup semuanya di tanggung oleh pelaku penjualan organ tersebut. Berbeda dengan penerima yang kebanyakan berasal dari negara-negara maju, para pendonor lebih banyak berasal dari negara-negara miskin.
Dalam hal ini perdagangan organ merupakan masalah serius yang harus di tangani. Baik dari sisi ekonomi, politik, kesehatan dan pengaruh negative dari era globalisasi.

“Yet, many of the organ-exporting and organ-importing countries failed to         enact organ-trade pro- hibitions and provided little government regulation         and oversight of transplantation activity. Even where a ban on commercial        transplantation existed, it was weakly enforced, and the authorities avoided interfering with the thriving trade in organs” (Muraleedharan et al., 2006).

Pencegahan bisa di lakukan dengan cara penerapan pemberian peraturan pemerintah mengenai larangan perdagangan organ, serta menghentikan permintaan akan perdagangan organ tersebut. Kerjasama internasional juga di butuhkan dalam penekanan jumlah perdagangan organ terutama yang terjadi secara transnasional.

Daftar Pustaka:
1.     Efrat, Asif 2014. Professional socialization and international norms: Physicians against organ trafficking. European Journal of International Relations.
2.     Shimazono, Y. 2007. The state of the international organ trade: A provisional picture based on integration of available information. Bulletin of the World Health Organization
3.     Gibbon, J, Philip 2011. The Increasing Rates of Organ Trafficking in the Context of Globalization. Egypt







Share:

Perbedaan Perdagangan Manusia dengan Penyelundupan Manusia



            Dalam suatu kejahatan transnasional seperti terorisme, perdagangan manusia, pencucian uang, penyelundupan senjata dan manusia, korupsi, narkotika, serta perompakan terkadang lolos dari unsur penegak hukum. hal ini disebebabkan karena tindakan yang dijalankan tersebut dijalankan secara sekelompok dan terorganisasi dengan modus yang sulit untuk diketahui dan bersifat antar negara. Argumen mengenai kejahatan transnasional sudah menjadi isu yang seius dalam kancah internasional dalam hal keamanan, disamping itu terdapat 4 hal yang membuat kejahatan transnasional menjadi berbahaya yaitu :
            The first is that transnational criminal activities can pose a direct threat to the political sovereignty of the state because they have the capacity to undermine and subvert the authority and legitimacy of government, Fears about the criminal erosion of political sovereignty are echoed in a second and related concern about economic security, Third, the growth in the coercive power of organized crime, if unchecked, has international security implications because large-scale criminal enterprise can subvert the norms and institutions that underpin global order and the society of states, Fourth, transnational crime has an important military and strategic dimension, which can take a number of different forms ( Dupont, 1999:436).
            Dari keempat argumen diatas dapat dijelaskan bagaimana kejahatan transnasional dapat mengancam keamanan suatu negara, yang dikarenakan tipe kejahatan tersebut mempunyai skala yang besar untuk mengganti norma dan masyarakat suatu negara. permasalahan mengenai perdagangan manusia serta penyelundupan manusia merupakan salah satu isu yang termasuk kedalam kategori migrasi ilegal.
            Permasalahan migrasi internasional sebenarnya mempunyai dampak yang postif dan negatif bagi negara tujuan, dampak positif yang diberikan adalah migrasi internasional dapat memberikan kontribusi yang ttidak sedikit dalam segi ekonomi bagi negara pengirim dan penerima, sedangkan dampak negatifnya adalah terdapat kejahatan yang akan dibawa dari negara pengirim bagi negara tujuan salah satunya dalam kasus perdagangan manusia dan penyelundupan manusia.
            Perdagangan manusia dan penyelundupan manusia merupakan dua tipe kejahatan yang sangat berbeda, masih banyak masyarakat awam yang masih menyamakan antara kasus kejahatan perdagangan manusia dan penyelundupan manusia. people smuggling (penyelundupan manusia ) merupakan tipe kejahatan yang dimana si korban yang meminta untuk dibawa atau diberangkatkan dengan bantuan seseorang yang dimana seseorang tersebut merupakan orang yang ahli dalam bidangnya. Sedangkan korban dari penyelundupan manusia biasanya sudah mengetahui dampak seperti apa yang akan diterimanya apabila memasuki wilayah negara tujuannya tanpa izin. William Maley menjelaskan bagaimana penyelundupan manusia memberikan dua wacana baru mengenai keamanan yang salah satunya mengenai keamanan non-tradisional (Maley, 2001)
“The issue of ‘people smuggling’ exposes a tension between two new security discourses; one of which emphasises the potency of non-traditional security threats, and the other of which points to the importance of attention to human security”
Sedangkan Perdagangan manusia menurut United Nations Convention on Transnational Organized Crime adalah  “trafficking in persons means the recruitment, transportation, transfer, harboring, or receipt of persons either by threat or use of abduction, force, fraud, deception or coercion, or by the giving or receiving of unlawful payments or benefits to achieve the consent of a person having the control over another person for the purpose of exploitation (Martin & Miller,2000).
            Sedangkan untuk korban dari perdagangan manusia pun berbeda dengan korban penyelundupan manusia. korban dari perdagangan manusia biasanya merasa ditipu dan tidak sadar untuk dibawa dan diperdagangkan ke negara tujuan dengan tujuan di eksploitasi. Oleh karena itu dalam hal membedakan antara perdagangan manusia dengan penyelundupan manusia memang bukan suatu yang mudah, biasanya hal yang mudah dalam membedakan dua kejahatan ini adalah bagaimana proses dalam memasukan orang tersebut ke wilayah negara tujuan serta tujuan seperti apa yang akan diterima bagi korban dari dua kejahatan tersebut.


Daftar Pustaka :
Dupont, Alan. 1999. “Transnational Crime, Drugs, and Security in East Asia”. Asia Survey,        Vol.39, No 3. Pp 436.
Maley, William. 2001. Security, People-Smuggling and Australia’s New Afghan Refugees.             Australian Defence Studies Center, No.63. ISBN 0731704460.

Martin, Philip, and Mark Miller. 2000. “Smuggling and Trafficking : A Conference Report.”         International Migration Review 34 (3): 969-975.
Share:

Fenomena Imigran Ilegal di Indonesia



            Migrasi bukanlah suatu fenomena yang baru lagi, selama berabad-abad yang lalu manusia telah melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan mencari makan demi bertahan hidup. Migrasi itu sendiri adalah perpindahan manusia dari suatu negara ke negara lain dan migrasi dapat juga merujuk kepada perpindahan manusia dengan tujuan menetap dan manusia yang melakukan perpindahan dengan tujuan menetap di negara tujuan disebut dengan imigran (http://kbbi.web.id/imigran diakses pada 3 Februari 2016).
            Sedangkan permasalahan imigran ilegal hal ini merujuk kepada seseorang yang hendak menuju ke negara lain dari negara asalnya tetapi mereka tidak membawa ataupun didukung dengan dokumen-dokumen yang lengkap/resmi ataupun memasuki suatu wilayah dengan melebihi batas izin tinggal yang telah ditetapkan disebut juga dengan imigran ilegal sedangkan migrasi ilegal yaitu suatu mobilisasi untuk menuju ke negara tujuan/wilayah negara lain tetapi tanpa izin pemerintah yang bersangkutan.
            Di Indonesia sendiri, permasalahan imigran ilegal memang sering terjadi. Hal tersebut didukung dengan letak geografis indonesia yang berdekatan dengan negara lain salah satunya dengan negara Australia. Letak geografis yang strategis menyebabkan  menjadi faktor para imigran untuk transit ke indonesia bahkan sampai menetap melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Banyaknya para imigran ilegal yang transit bahkan menetap di Indonesia akan mengakibatkan ancaman potensial terhadap keamanan negara Indonesia salah satu contoh ancaman tersebut dapat berupa terorisme serta tindak kejahatan lintas negara lainnya (drugs trafficking). Selain itu kebanyakan para imigran ilegal yang terdapat di Indonesia disebabkan oleh faktor perang atau konflik yang terjadi di negara asalnya yang menyebabkan mereka harus meninggalkan negaranya untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik
Oleh sebab itulah dalam hubungan internasional, diskusi mengenai keamanan global memang sudah terjadi dari berakhirnya perang dingin ( Buzan,1991) :
            Opened a new era in understanding security. After the cold war. The definition of    security no longer focuses on the conflict of ideology between the Western and    Eastern bloc.  Lately, the definition of security includes economic issues;      development, environment, human right, democratization, ethnic conflicts and other       social issues.
Permasalahan imigran ilegal ini dapat juga termasuk kedalam suatu kejahatan trans organized crime, yang dimana mempunyai tindakan yang terencana, terorganizir serta memerlukan persiapan yang matang dalam melakukan tindakan tersebut. jumlah kejahatan transnational disebabkan oleh munculnya dua faktor, diantaranya adalah :


1.     The increase on the flow of human capital, resources and money at international level
2.     Dual transition wave and the increasing number of international organization that offer facilities two transnational crime network ( Collins,2007 ).
Dalam suatu kejahatan transnasional jumlah populasi manusia serta peningkatan ekonomi merupakan salah satu faktor dalam bisnis transnational crime. 


Daftar Pustaka:
1.     Buzan, B., 1991 . People, States and Fear : An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era. 2nd Edn, L. Rinner Publishing Company, London, ISBN : 9781555872823, Page : 393
2.     Collins, A., 2007. Contemporary Security Studies. Oxford University Press Inc., New York  
3.     Sinaga, Obsatar. 2014. Securitization and Global Terrorism Threat. The Social Sciences Medwell Journals. Vol 9 no 2. Bandung: University Padjadjaran. Hal 129 & 131

4.    Definisi imigran (http://kbbi.web.id/imigran diakses pada 3 Februari 2016)
Share:

Sabtu, 30 Januari 2016

Perdagangan Manusia





Globalisasi dan migrasi internasional bukanlah suatu fenomena yang baru dalam dunia ini. Pada akhir abad dua puluh, jumlah penduduk dunia yang terlibat dalam migrasi lintas negara mengalami peningkatan. Permasalahan tersebut di sertai juga dengan perluasan isu yang terjadi secara global. Isu yang terjadi dalam ranah gobal tidak lagi selalu mengenai perang dan damai serta konflik. Terdapat isu lain seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, HAM, lingkungan, kesehatan, serta isu kejahatan transnasional yang telah menjadi persoalan bagi sejumlah aktor negara dan  aktor non negara. Seperti pada penjelasan di bawah ini : 
“The development of the international relations phenomenon, shifting the issue to non-state actors also puts transnational crime into an interesting subject for international relations researches.” (Sinaga,2014:119).
Penjelasan tersebut dapat di definisikan, bahwa di dalam perkembangan isu yag terdapat di dalam hubungan internasional telah mengalami pergeseran perubahan isu. Sehingga aktor non negara menempatkan isu kejahatan transnasional kedalam bagian yang menarik bagi penelitian hubugan internasional. Untuk kejahatan transnasional, isu tersebut telah menjadi bagian awal dalam memanfaatkan kemajuan globalisasi (Shelley,2010:2).
Kejahatan transnasional terorganisasi dapat di definisikan untuk siapa saja yang memperkaya kepentingan dirinya dengan menggunakan orang melalui lintas negara. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan, pengaruh, keuntungan atau komersial, seluruhnya atau sebagian dengan cara ilegal. Selain itu, kejahatan terorganisir merupakan fenomena yang muncul dari budaya dan masyarakat yang berbeda, serta dari negara-negara di seluruh dunia. Hal ini telah menjadi skala global di dalam wilayah geografis tertentu, kelompok etnis tunggal atau sistem sosial (Schloenhardt,1999:203).
Dengan begitu, mereka dapat melindungi aktivitas yang terkait dengan kekerasan atau melindungi kegiatan ilegal yang dilakukannya dengan struktur organisasi transnasional dan eksploitasi perdagangan transnasional atau mekanisme komunikasi. Tidak ada struktur tunggal yang membawahi kegiatan kejahatan transnasional terorganisasi. Mereka memiliki berbagai variasi diantaranya dari hirarki hingga ke klan, jaringan, unit serta melibatkan berbagai struktur lain.
Dikarenakan, terdapat kemudahan bagi manusia dalam menggunakan fasilitas (tekhnologi dan komunikasi) yang diberikan dari dampak kemajuan globalisasi tersebut. Kejahatan transnasional juga dapat dikendalikan oleh negara lain dan dapat berkomitmen dengan negara lain, seperti penjelasan dibawah ini :
“Transnational crime could be commiyyed in a country, yet affects many other countries or committed in a country but controlled from another country.”(Sinaga,2014:131).
Sedangkan dalam National Institute of Justice Journal menyebutkan juga bahwa, PBB mendefinisikan kejahatan transnasional sebagai: offenses whose inception, prevention, and/or direct or indirect effects involve more than one country (Finckenauer,2000:3). Kejahatan transnasional terdapat di dalamnya bagian-bagian yang mempunyai tipe kejahatan, seperti : drugs trafficking, people smuggling, illegal migrant, corruption dan trafficking in person (women and child), serta terdapat sejumlah tipe kejahatan lainnya yang dilakukan melewati antar negara. Dari tipe kejahatan yang disebutkan diatas, terdapat salah satu bagian dari kejahatan tersebut mengenai penyelundupan manusia serta perdagangan manusia. penyulundupan manusia dan perdagangan manusia merupakan bagian yang paling cepat berkembang di dunia ini. Dikarenakan, kedua tipe kejahatan tersebut memiliki faktor demand dan supply di dalam unsur kejahatan itu (Shelley,2010:2).
 Selain itu, penyulundupan manusia dan perdagangan manusia merupakan dua tipe yang sering disamaartikan oleh sejumlah orang. Sebenarnya antara penyelundupan manusia dengan perdagangan manusia merupakan dua tipe kejahatan yang berbeda. Perbedaan yang mencolok terdapat pada proses pengiriman manusia untuk menuju ke negara tujuannya (Anorowitz,2009:1). Walaupun terdapat perbedaan dalam proses pengirimannya, keduanya terdapat kesamaan untuk proses bermigrasinya yaitu sama-sama melalui proses ilegal. Dengan penjelasan tersebut maka mengenai isu penyelundupan manusia dengan perdagangan manusia merupakan dua hal kejahatan yang berbeda.
Mengenai kejahatan Trafficking In Person (TIP) kejahatan tersebut merupakan suatu kegiatan yang sulit untuk diperkirakan secara tepat berapa jumlah korban yang telah diperdagangkan setiap tahunnya. Dikarenakan, dari kegiatan perdagangan manusia, terdapat sifat yang terorganisir serta terdapat kelompok etnis yang berbeda-beda yang menyebabkan isu tersebut sulit untuk diketahui. Dari sifat serta pelaku yang berbeda-beda itu maka, dalam proses mendapatkan jumlah berapa korban yang sudah diperdagangkan sangat sulit untuk diketahuinya secara tepat.
Dalam Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons, Especially women And Children, Supplementiing The United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime menyebutkan bahwa tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak, membutuhkan pendekatan Internasional secara komprehensif di negara asal, transit serta negara tujuan (United Nations, 2004:1).
 Dimana terdapat langkah-langkah untuk melakukan pencegahan serta hukuman bagi para pelaku, dan perlindungan bagi korban perdagangan tersebut, termasuk melindungi mereka dalam Hak Asasi Manusia. Meskipun terdapat berbagai instrumen Internasional yang berisi mengenai aturan dan langkah-langkah praktis dalam memerangi eksploitasi orang, terutama perempuan dan anak-anak. Tetapi, hal tersebut tidak didukung dengan instrumen universal yang membahas semua aspek perdagangan orang. Dikhawatirkan, apabila tidak terdapat instrumen tersebut menyebabkan orang rentan terhadap perdagangan manusia tidak terlindungi.
Oleh sebab itu, mengingat resolusi Majelis Umum 53/111 tanggal 9 Desember 1998 yang memutuskan untuk membentuk Komite terbuka antar pemerintah ad hoc dengan tujuan menguraikan sebuah konvensi Internasional yang komprehensif terhadap kejahatan transnational serta mengenai perluasan yang sesuai dengan instrumen Internasional dalam menangani perdagangan manusia (perempuan dan anak-anak). Dari pembahasan tersebut, terdapat tiga protokol yang diuraikan dari konvensi Internasional terhadap kejahatan transnational yaitu :
1.      To prevent, suppress and punish trafficking in persons, especially women and children (Trafficking Protocol).
2.      Against the smuggling of migrants by land, air and sea (Smuggling Protocol). Dan terakhir adalah
3.      Against the illicit manufacturing of and trafficking in firearms, their parts and components and ammunition (Firearms Protocol). (www.unodc.org/pdf/crime/a_res_55/255e.pdf diakses pada 21 April 2016).
Dari penjelasan diatas, maka hal tersebut meyakini bahwa untuk melengkapi konvensi PBB dalam menentang kejahatan transnasional terorganisir malalui instrumen Internasional untuk pencegahan, penindasan serta hukuman dalam kasus perdagangan orang (perempuan dan anak-anak) akan berguna dalam mencegah dan memberantas kejahatan tersebut. Maka, dalam Artikel 3 halaman 2 di dalam Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons yang di buat Perserikatan Bangsa Bangsa menuliskan bahwa perdagangan manusia dapat diartikan sebagai :
The recruitment, transportation, transfer, harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation. Exploitation shall include, at a minimum, the exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labour or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs (www.osce.org/odihr/19223?download=true di akses pada 21 April 2016).

Selain dari penjelasan diatas mengenai definisi perdagangan manusia yang terdapat dalam Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons yang dibuat Perserikatan Bangsa Bangsa Artikel 3 huruf (a), terdapat juga penjelasan mengenai persetujuan korban perdagangan manusia yang dimaksudkan untuk eksploitasi tidak menjadi relevan apabila, ditemukan cara-cara yang tertera di dalam Artikel 3 huruf (a). Terdapat juga mengenai perekrutan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai "perdagangan manusia, meskipun hal ini tidak meliputi cara-cara sub ayat (a). Terakhir adalah dalam konteks anak, hal ini dimaksudkan adalah seseorang yang mempunyai usia dibawah delapan belas tahun.
Dari penjelasan tersebut sudah jelas terlihat bagaimana persoalan perdagangan manusia sudah menjadi bagian persoalan yang harus ditangani secara serius bagi semua negara, tidak hanya untuk negara pengirim, negara tujuan dan negara transit saja. Selain itu, indikasi perdagangan manusia juga dapat terjadi melalui pergerakan migrasi, apabila terdapat unsur-unsur yang dilakukan seperti dibawah ini (Laczko dan Gozdziak,2005:10) :
1.      Terdapatnya uang (bentuk pembayaran lainnya) yang berpindah tangan.
2.      Terlibatnya pelaku atau orang yang memfasilitasi.
3.      Melintasi atau melewati batas Internasional.
4.      Masuk secara ilegal.
5.      Pergerakan yang sukarela.
Dari penjelasan PBB mengenai perdagangan manusia telah jelas disebutkan, bahwa kasus perdagangan manusia terdapat salah satu bentuknya dengan cara pemaksaan. Tetapi pertanyaan sekarang adalah bagaimana orang menafsirkan istilah pemaksaan dan penipuan dalam kasus perdagangan manusia? Istilah pemaksaan dalam kasus perdagangan manusia, biasanya dilakukan ketika korban tersebut telah diculik. Maksudnya adalah, pada saat para pelaku melakukan negosiasi terhadap korban dengan modus mendapatkan lapangan pekerjaan yang benar, hal tersebut bukanlah termasuk unsur paksaan, tetapi merupakan penipuan (Aronowitz, 2009:2).
Penipuan dapat juga menjadi half truths (tidak secara seluruh penipuan) apabila pelaku memberitahu kepada korban akan bekerja di ‘‘entertainment industry’’ sebagai penari atau strippers. Hal tersebut dikarenakan korban perdagangan manusia (wanita) ini akan menduga terdapat beberapa kontak fisik (seksual) yang akan didapatnya dengan menerima pekerjaan tersebut, tetapi tanpa disadari mereka akan dipaksa untuk menjadi pekerja seks komersial.
Isu perdagangan manusia, dapat dipahami melalui perspektif yang berbeda, dapat melalui perspektif globalisasi, hukum, migrasi, tenaga kerja, HAM, perbudakan, sebagai pasar ilegal dan sebagai isu pembangunan (Aronowitz, 2009:23). Dalam hal globalisasi, dapat dilihat dengan terciptanya peningkatan akan hal mendapatkan penghasilan dalam membeli kebutuhan dasar. Selain itu, terdapat persaingan dalam konteks pekerja asing serta fenomena globalisasi juga memberikan pengaruh bagi pertumbuhan kejahatan transnasional, seperti yang yang dikutip dibawah :
“Globalization phenomenon has given strong support on transnational crime growth. These support include communication, transportation and technology access for transnational criminals to plan their evil scheme at a global level(Sinaga,2014:130).
Perdagangan manusia sudah menjadi isu yang sentral dalam era globalisasi sekarang ini, hal ini mengakibatkan banyak pola yang berbeda dalam pergerakan serta bentuk eksploitasi. Seperti contoh anak-anak yang berasal dari Vietnam diperdagangkan ke Inggris untuk keterlibatan kerja paksa dalam penyelundupan narkoba, pria Thailand yang diperdagangkan ke negara Inggris untuk eksploitasi tenaga kerja, perempuan Cina diperdagangkan ke Afghanistan untuk eksploitasi seksual komersial.
Dari contoh diatas, dapat dilihat bahwa terdapat pergerakan yang berbeda-beda dari negara satu ke negara lainnya dengan bentuk eksploitasi yang berbeda. Tidak hanya itu saja, perdagangan Internasional telah mempunyai kawasan yang luas dikarenakan sebagian besar kasus trafficking dimotivasi oleh pencarian peluang ekonomi yang lebih besar (Cameron dan Newman, 2008:58). Hal tersebut menjadikan sebagian negara tujuan setuju akan dilakukannya bentuk kerjasama dengan organisasi internasional.
Sedangkan untuk kasus perdagangan manusia yang terjadi di dalam wilayah suatu negaranya, hal tersebut merupakan salah satu persoalan yang sering diabaikan oleh pemerintah setempat bahkan lebih sulit dalam segi mengidentifikasi. Persoalan ini mungkin sudah dianggap mudah, apabila semua negara menawarkan perlindungan dalam bentuk HAM yang paling dasar bagi warganya.
Untuk segi tenaga kerja, isu perdagangan manusia dapat dillihat dengan dari sisi permintaan dan penawaran. Dalam konteks migrasi isu perdagangan manusia lebih sering dikaitkan, hal tersebut dikarenakan terdapat dua migrasi berbeda yang kerap terjadi dalam perdagangan manusia. Pertama adalah migrasi internal, dimana migrasi tersebut berasal dari desa menuju ke ibu kota atau metropolitan dimana migrasi tersebut masih dalam satu wilayah negara. Sedangkan migrasi eksternal adalah migrasi yang berasal dari negara berkembang menuju ke negara industri lebih.
Dalam segi pembangunan, terdapat beberapa faktor di dalamnya yang menyebabkan perdagangan manusia dapat terjadi seperti kondisi penghasilan rendah, rendahnya pendidikan, dan minimnya lapangan pekerjaan dan kondisi kemiskinan. Kondisi kemiskinan merupakan faktor kunci yang paling sering ditemukan dalam kasus perdagangan manusia, tetapi tidak semua orang miskin di negaranya menjadi korban perdagangan. Sehingga hal tersebut telah memberikan kontribusi atas pertumbuhan kasus perdagangan manusia. Selain itu, pertumbuhan dalam skala besar yang disebabkan oleh perdagangan manusia menghasilkan perhatian yang serius bagi dunia Internasional.
Dalam segi pasar ilegal, perdagangan manusia merupakan bentuk kegiatan ekonomi. Perdagangan dapat dilihat sebagai bentuk bisnis yang bertujuan untuk membuat keuntungan, perdagangan harus dilihat sebagai bisnis. Dimana hal tersebut bertindak sebagai '' perantara '' dalam gerakan global antara negara asal dan negara tujuan. Selain itu perdagangan manusia dapat dilihat sebagai interaksi antara penawaran dan permintaan yang terjadi di ilegal market tersebut. Dalam negara asal, terdapat mimpi dari orang-orang untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik dalam menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Sedangkan untuk di negara penerima, terdapat lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja murah dan bisnis prostitusi (Aronowitz, 2009:25).
Dari penjelasan tersebut menunjukan bahwa, fenomena perdagangan manusia mempunyai sejumlah perspektif untuk didefinisikan. Hal tersebut membuat isu mengenai perdagangan manusia semakin kompleks serta luas dalam hal pencegahannya. Sehingga dekade terakhir ini, terdapat beberapa faktor telah memainkan peran dalam mendukung mobilisasi ppergerakan tersebut seperti dari ekonomi, politik dan sosial dari globalisasi. Selain itu, pemerintah di seluruh dunia telah menerapkan kebijakan dan program baru dalam upaya memerangi kasus perdagangan manusia.
Hal tersebut dapat dilihat dengan terdapatnya bantuan asing yang diberikan oleh negara kaya dalam mendukung kegiatan anti perdagangan manusia yang terjadi di negara miskin di dunia (Cameron dan Newman,2008:75). Selain itu, terdapat inisiatif kerjasama bilateral dan multilateral dalam pembagian informasi dalam bidang hukum yang dilakukan dalam membantu memerangi perdagangan transnasional. 

Daftar Pustaka :


Aronowitz, Alexis A. 2009. Human Trafficking, Human Misery : The Global Trade In Human Beings. United States of America: Praege Publishers. Pp 1-25.

Cameron, Sally and Edward Newman. 2008. Trafficking in humans: Social, cultural and political dimensions. New York. United Nations University Press. Hal 58-75.

Finckenauer, James O. 2000. Meeting the Challenge of Transnational Crime. National Institute of Justice Journal. Hal 3.

Laczko, Frank dan Elzbieta M. Godziak, 2005. Data and Research oh Human Trafficking: A Global Survey. International Organization for Migration. Vol 43 (1/2)Switzerland. Hal 10.

Schloenhardt, Andreas. 1999. Organized crime and the business of migrant trafficking, Kluwer Academic Publisher: Australia.. Hal 203.

Shelley, Louise. 2010. Human Trafficking A Global Perspective, New York: Cambridge University Press. Hal 2.

Sinaga, Obsatar. 2014. Securitization and Global Terrorism Threat. The Social Sciences Medwell Journals. Vol 9 no 2. Bandung: University Padjadjaran. Hal 119-131.







Share:

Blogger templates