Perdagangan organ merupakan salah satu kejahatan transnasional yang terorganisir, yang di mana melibatkan beberapa pihak. Diantaranya adalah pendonor, penerima, pihak medis dan pelaku penjualan organ (broker). Bentuk dari perdagangan organ tersebut bias terjadi di dalam satu wilayah yang sama antara pendonor dan penerima, namun bias juga melibatkan kerja sama antar negara dalam menjalankan aksi perdangangan organ tersebut.
Saat
ini perdagangan organ semakin marak terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia.
Pengaruh dari era globalisasi cukup berperan dalam kasus penjualan organ
tersebut, yang di mana semakin banyak bermunculan situs situs online yang
menjalankan bisnis perdagangan organ. Bisnis tersebut pun di lakukan baik untuk
kebutuhan pasar dalam maupun luar negri. Beberapa negara mengartikan penjualan
organ adalah mereka yang melakukan transplantasi organ baik pendonor dan penerima
tidak saling mengenal satu sama lain dan hal tersebut bias di jatuhkan sebagai
suatu kasus pidana.
Dalam
hal ini terdapat pola tersendiri dalam proses perjalananan antara pendonor hidup
dan penerima, perjalanan tersebut bisa di lakukan pada pasar domestik maupun internasional
sebagai berikut :
"Shimazono (2007) introduces four modes of transplant tourism during which organ trafficking may occur. These involve situations in which the donor travels to the recipient’s country, the recipient travels to the donor’s country, a donor and recipient from the same country travel to a third country where the transplant centre is located, and a situation where a donor and recipient travel from different countries to a third country for the transplant procedure. The transnational nature of this crime raises questions about the possibility of its control through international law or instruments”.
Keempat
pola perjalanan tersebut biasa di katakana bahwa antara pendonor, penerima dan
broker penjualan organ memiliki kerjasama dan bantuan dari beberapa pihak yang
berwenang dalam proses perjalanan tersebut. Baik pihak perbatasan antar negara maupun
pihak medis yang menyelengarakan procedural tersebut.
“Organ trafficking is on the rise as the demand for organ transplants exceeds the rate of supply. While the commoditization of human organs sounds devastating on paper, in some areas of the world it is a lucrative facet of economic development” (Gibbon,2011)
Tak banyak
kasus perdagangan organ yang ada saat di hubungkan dengan malah perekonomian dan
politik suatu negara yang di mana, rata-rata pendonor yang ada saat ini banyak
di temukan di daerah dengan perekonomian yang buruk. Kemiskinan pada suatu kelompok
wilayah di suatu negara sering kali menjadi incaran oleh para broker perdagangan
organ tersebut, mereka menjanjikan sejumlah uang yang cukup bernilai tinggi kepada
kelompok masyarakat tersebut agar bersedia menjadi pendonor organ. Dari
fenomena kemiskinan yang ada akan memberikan dampak pada politik suatu negara tersebut
yang di mana sering kali kasus perdagangan organ juga berdampak dari tingginya tingkat
korupsi suatu negara yang memiliki angka korupsi yang cukup tinggi.
Perdagangan
organ juga di hubungkan dengan beberapa pihak yang memang memberikan kesempatan
dalam terjadinya hal tersebut, dalam kata lain perdagangan organ terjadi karna diminta
yang dimana pelaku akan berkesempatan untuk menyediakan kebutuhan yang di
inginkan tersebut. Fenomena ini lebih erat hubungannya dengan beberapa
profesional medis yang tidak mengikuti prosedur transplantasi organ yang
sesuai dengan etika yang ada.
Perdagangan
organ yang ada saat ini bisa di dapatkan dari donor yang berasal dari pendonor
yang sudah mati maupun pendonor yang masih hidup. Adapun proses perjalanan yang
di lakukan oleh pendonor hidup semuanya di tanggung oleh pelaku penjualan organ
tersebut. Berbeda dengan penerima yang kebanyakan berasal dari negara-negara maju,
para pendonor lebih banyak berasal dari negara-negara miskin.
Dalam
hal ini perdagangan organ merupakan masalah serius yang harus di tangani. Baik dari
sisi ekonomi, politik, kesehatan dan pengaruh negative dari era globalisasi.
“Yet, many of the organ-exporting and organ-importing countries failed to enact organ-trade pro- hibitions and provided little government regulation and oversight of transplantation activity. Even where a ban on commercial transplantation existed, it was weakly enforced, and the authorities avoided interfering with the thriving trade in organs” (Muraleedharan et al., 2006).
Pencegahan bisa di
lakukan dengan cara penerapan pemberian peraturan pemerintah mengenai larangan perdagangan
organ, serta menghentikan permintaan akan perdagangan organ tersebut. Kerjasama
internasional juga di butuhkan dalam penekanan jumlah perdagangan organ
terutama yang terjadi secara transnasional.
Daftar Pustaka:
1.
Efrat,
Asif 2014. Professional socialization and international norms: Physicians against
organ trafficking. European Journal of International
Relations.
2.
Shimazono,
Y. 2007. The state of the international
organ trade: A provisional picture based on integration of available information.
Bulletin of the World Health Organization
3.
Gibbon,
J, Philip 2011. The Increasing Rates of
Organ Trafficking in the Context of Globalization. Egypt
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.